Diposkan pada Tugas

Kerangka Karangan

topik : Audit

tujuan : untuk mengetahui perbedaan akuntansi dengan auditing, dan apa saja yang perlu dilakukan pemeriksaan.

tema : Auditing

1. Auditing

1.1 Pengertian Auditing

1.2 Perbedaan Auditing dan Akuntansi

1.2.1 Perbedaan Auditing dengan Akuntansi

1.2.2 Tahapan-tahapan Auditing

1.3 mengapa Diperlukan Auditing

1.4 Jenis-jenis Auditing

2. Kertas Kerja Pemeriksaan

2.1 Pengertian Kertas Kerja Pemeriksaan

2.2 Tujuan Kertas Kerja Pemeriksaan

2.3 Current File dan Permanent File

2.4 Kriterian untuk Pembuatan Kertas Kerja yang Baik

2.5 Pemilikan dan Penyimpaian Kertas Kerja Pemeriksaan

3. Pemeriksaan Kas dan Setara Kas

3.1 Sifat Kas dan Setara Kas

3.2 Tujuan Pemeriksaan Kas dan Setara Kas

3.3 Prosedure Pemeriksaan Kas dan Setara Kas

4. Pemeriksaan Piutang Usaha

4.1 Sifat Piutang

4.2 Tujuan Pemeriksaan Piutang

4.3 Prosedur Pemeriksaan Piutang Usaha

5. Pemeriksaan Surat Berharga dan Investasi

5.1 Sifat Surat Berharga

5.2 Tujuan Pemeriksaan Surat Berharga

5.3 Prosedur Pemeriksaan Surat Berharga

6. Pemeriksaan Persediaan

6.1 Sifat Persediaan

6.2 Tujuan Pemeriksaan Persediaan

6.3 Prosedur Pemeriksaan Persediaan

7. Pemeriksaan Asset Tetap

7.1 Sifat Asset Teta

7.2 Tujuan Pemeriksaan Asset Tetap

7.3 Prosedur Pemeriksaan Asset Tetap

 

 

Diposkan pada tulisan

PPH 21

PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh

4 KELOMPOK PENGHASILAN

  1. Penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan.
  2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
  3. Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta
  4. Penghasilan lain-lain.

Subjek pajak PPH 21

  1. Orang pribadi
  • WPDN (Wajib pajak dalam negeri) adalah orang peribadi yang tinggal diindonesia selama lebih dari 183 hari.
  • WPLN (wajib pajak luar negeri) adalah orang pribadi yang tinggal diindonesia selama kurang dari 183 hari.
  1. Warisan yang belum terbagi
  2. Badan
  3. Bentuk usaha tetap

Tidak termasuk subjek pajakPPH 21

  1. Kantor perwakilan negara asing
  2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan
  3. Organisasi internasional yang ditetapkan menteri keuangan.
  4. Pejabat-pejabat perwakilan internasional yang ditetapkan menteri keuangan.

Objek Pajak atau penghasilan yang dipotong PPh 21:

  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya
  • Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenis
  • Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan
  • Imbalan kepada pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
  • Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

Sejak 1 Januari 2013, tata cara perhitungan pajak penghasilan telah dirubah. Perubahan tersebut diberlakukan untuk tarif PPh pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Diubahnya tarif PPh serta PTKP mengacu pada UU No.36 Tahun 2008, dengan rincian:

WP Tidak Kawin Kode Tarif 1-1-2009 s.d. 31 Desember 2012 Tarif mulai 1-1-2013
0 Tanggungan TK/0 15.840.000 24.300.000
1 Tanggungan TK/1 17.160.000 26.325.000
2 Tanggungan TK/2 18.480.000 28.350.000
3 Tanggungan TK/3 19.800.000 30.375.000
WP Kawin Kode Tarif 1-1-2009 s.d. 31 Desember 2012 Tarif mulai 1-1-2013
0 Tanggungan K/0        17.160.000 26.325.000
1 Tanggungan K/1 18.480.000 28.350.000
2 Tanggungan K/2 19.800.000 30.375.000
3 Tanggungan K/3 21.120.000 32.400.000

Contoh Cara Menghitung PPh 21

Kasus
Budi sudah menikah tanpa anak, merupakan pegawai PT. Citra dimana ia memperoleh gaji sebulan Rp 3.000.000,00. PT.Citra sendiri mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian yang dibayar pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. Selain itu, PT. Citra juga menanggung iurang Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dai gaji sedangkan Budi membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT. Citra mengikuti program pensiun untuk pegawainya dimana pembayarannya setiap bulan sebesar Rp 100.000,00 untuk Budi ke dana pensiun, yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan Budi membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00. Pada bulan Juli 2013, Budi hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:

Gaji Rp 3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 15.000,00
Premi Jaminan Kematian 9.000,00
Penghasilan Bruto 3.024.000,00
Pengurangan
  1. Biaya Jabatan 5%x3.024.000,00
151.200,00
  1. Iuran Pensiun
50.000,00
  1. Iuran Jaminan Hari Tua
60.000,00
(261.200,00)
Penghasilan neto sebulan 2.762.800,00
Penghasilan neto satu tahun 12x 2.762.800,00 33.152.600,00
PTKP:
–        Untuk WP sendiri 24.300.000,00
–        Tambahan WP kawin 2.025.000,00
(26.325.000,00)
Penghasilan Kena Pajak Setahun 6.828.600,00
Pembulatan 6.828.000,00
PPh terutang 5%x6.828.000,00 341.400,00
PPh Pasal 21 bulan Juli 341.400,00 : 12 Rp 28.452,00

Keterangan:

Biaya Jabatan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak.

Contoh di atas berlaku bagi pegawai yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Apabila pegawai yang bersangkutan belum mempunyai NPWP, maka jumlah PPh 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp 28.452,00 = Rp 34.140,00

Diposkan pada tulisan

Laporan Akhir Minggu Ke-5

LAPORAN AKHIR

LABORATORIUM MANAJEMEN LANJUT

UNIVERSITAS GUNADARMA

AKUNTANSI PERBANKAN

 

NAMA                        : Any Andriyani

NPM                           : 21212009

KELAS                       : 3EB04

BARIS                        :

KP                               : Ka Rifa

TUTOR                       : Ka Taty

TANGGAL                : 13 November 2014

PARAF ASISTEN

(                       )

Buatlah Jurnal Umum, Offset Departemen dan neraca !

1. Tn. Takeshi datang ke bank gunadarma bermaksud untuk mencairkan cek sebesar Rp. 70.000.000.- yang ia dapat dari temannya sebagai pelunasan hutang. Dia bermaksud memasukan dana tersebut kedalam rekening tabungannya sebesar Rp. 35.000.000.- dan sisanya diambil secara tunai.

JAWAB:

Jurnal Umum:

Setoran Kliring                        Rp 70.000.000,-

Tabungan                                            Rp 35.000.000.-

Kas                                                      Rp 35.000.000.-

Jurnal offset:

08 Setoran Kliring                   Rp 70.000.000,-

OD Tabungan                                Rp 35.000.000,-

OD CIS                                          Rp 35.000.000.-

05 OD Sundries                     Rp 35.000.000,-

Tabungan                                       Rp 35.000.000,-

07 OD Sundries                     Rp 35.000.000.-

Kas                                                Rp 35.000.000.-

2. Nn. Poppy mennarik rekening tabungannya sebesar Rp 10.000.000.- untuk ditransfer kerekening tabungan adiknya dibank gunadarma cabang kenari.

JAWAB :

Jurnal Umum:

Tabungan                                Rp 10.000.000.-

RAK                                                      Rp 10.000.000.-

Jurnal Offset:

05 Tabungan                          Rp 10.000.000.-

OD Transfer                                          Rp 10.000.000.-

09 OD Tabungan                   Rp 10.000.000.-

RAK                                                      Rp 10.000.000.-

3. Bpk. Ferdinand baru saja mendapatkan warisan dari orang tuanya sebesar Rp. 750.000.000.- kemudian ia bermaksud menyimpan dana tersebut dibank gunadarma dalam bentuk depositi berjangka 6 bulan sebesar Rp. 450.000.000.- dan sisanya untuk membuka rekening tabungan dibank yang sama.

JAWAB :

Jurnal Umum:

Kas                                          Rp 750.000.000.-

Deposito                                              Rp 450.000.000.-

Tabungan                                             Rp 300.000.00.-

Jurnal Offset:

07 Kas                                    Rp 750.000.000.-

OD Deposito                                      Rp 450.000.000.-

OD Tabungan                                     Rp 300.000.00.-

04 OD CIS                 Rp 450.000.000.-

Deposito                                  Rp 450.000.000.-

05 OD CIS                 Rp 300.000.00.-

Tabungan                                Rp 300.000.00.-

4. Bank gunadarma memberikan pinjaman investasi kepada Tn. Dono sebesar Rp 35.000.000.- dana tersebut diambil secara tunai sebesar Rp 25.000.000.- dan sisanya dimasukan kedalam rekening giro Tn. Dono

JAWAB :

Jurnal Umum:

Pinjaman yang diberikan                     Rp 35.000.000.-

Kas                                                                  Rp 25.000.000.-

Giro                                                                 Rp 10.000.000,-

Jurnal Offset:

06 Pinjaman yang diberikan               Rp 35.000.000.-

OD CIS                                               Rp 25.000.000.-

OD Giro                                              Rp 10.000.000,-

07 OD Loan                                       Rp 25.000.000.-

Kas                                                      Rp 25.000.000.-

05 OD Load                                       Rp 10.000.000,-

Giro                                                     Rp 10.000.000,-

5. Tn. Dika mendapatkan cek dari bank BCA sebesar Rp 2.000.000.- cek tersebut dicairkan secara tunai.

JAWAB :

Jurnal Umum:

Setoran Kliring                        Rp 2.000.000.-

Kas                                                      Rp 2.000.000.

Jurnal Offset:

08  Setoran Kliring                 Rp 2.000.000.-

OD CIS                                   Rp 2.000.000.-

07 OD Sundries                     Rp 2.000.000.-

Kas                                          Rp 2.000.000.-

 

NERACA

AKTIVA

 

PASIVA
Kas                           (3)     Rp 750.000.000.-

(1)    ( Rp 35.000.000.-)

(4)   (Rp 25.000.000.-)

(5)     (Rp 2.000.000.-)

Setoran Kliring    (1)     Rp 70.000.000,-

(5)   Rp 2.000.000.-

RAK                          (2)   (Rp 10.000.000.-)

Pinjaman yang diberikan

(4)   Rp 35.000.000.-

Tabungan                   (1)   Rp 35.000.000.-

(2) (Rp 10.000.000.-)

(3)   Rp 300.000.00.-

 

Deposito                    (3) Rp 450.000.000.-

 

Giro                              (4) Rp 10.000.000,-

Total Aktiva                Rp. 785.000.000.- Total Pasiva                Rp. 785.000.000.-

 

Diposkan pada tulisan

Laporan Akhir Minggu Ke-4

LAPORAN AKHIR

LABORATORIUM MANAJEMEN LANJUT

UNIVERSITAS GUNADARMA

AKUNTANSI PERBANKAN

NAMA                        : Any Andriyani

NPM                           : 21212009

KELAS                       : 3EB04

BARIS                        :

KP                               : Ka Rifa

TUTOR                       : Ka Taty

TANGGAL                : 06 November 2014

PARAF ASISTEN

(                       )

Buatlah Jurnal Umum dan Jurnal Offset dari transaksi di bawah ini !

1. Tuan Muda adalah seorang nasabah Bank Gunadarma. Dia menerima kiriman uang dari Nyonya Tua melalui Bank Nich untuk rekening tabungan Tuan Muda sebesar Rp 99.000.000,- .

JAWAB:

Jurnal Umum:

Setoran Kliring                        Rp 99.000.000,-

Tabungan                                            Rp 99.000.000,-

Jurnal offset:

08 Setoran Kliring                   Rp 99.000.000,-

OD Tabungan                                Rp 99.000.000,-

05 OD Sundries                     Rp 99.000.000,-

Tabungan                                      Rp 99.000.000,-

2. Bapak Susi mengembalikan pinjaman kepada Bank Gunadarma atas pinjaman pemilikan kendaraan sebesar Rp 696.900.000,- . Bapak Susi membayar secara tunai sebesar Rp 96.900.000,- dan sisanya dibayar dengan menggunakan cek bank lain.

JAWAB :

Jurnal Umum:

Kas                                          Rp 96.900.000,-

Setoran Kliring                        Rp 600.000.000,-

Kendaraan Kantor                                 Rp 696.900.000,-

Jurnal Offset:

02 OD CIS                             Rp 96.900.000,-

OD Sundries                  Rp 600.000.000,-

Kendaraan Kantor                     Rp 696.900.000,-

07 Kas                                    Rp 96.900.000,-

OD Umum                              Rp 96.900.000,-

08 Setoran Kliring                  Rp 600.000.000,-

OD Umum                              Rp 600.000.000,-

3. Ibu Dodi menerima kiriman uang sebesar Rp 50.000.000,- dari anaknya melalui Bank Dech untuk rekening giro Ibu Dodi.

JAWAB :

Jurnal Umum:

Setoran Kliring                        Rp 50.000.000,-

Giro                                         Rp 50.000.000,-

Jurnal Offset:

08 Setoran Kliring                  Rp 50.000.000,-

Giro                                        Rp 50.000.000,-

03 OD Sundries                     Rp 50.000.000,-

Giro                             Rp 50.000.000,-

4.Nyonya Willy menerima cek Bank Fiuh dari Tuan Mayang senilai Rp 100.000.000,- dan kemudian cek tersebut digunakan untuk membuka rekening  deposito berjangka 3 bulan sebesar Rp 99.000.000,- dan sisanya dimasukkan ke dalam rekening tabungan.

JAWAB :

Jurnal Umum:

Setoran Kliring                        Rp 100.000.000,-

Deposito                                              Rp 99.000.000,-

Tabungan                                            Rp   1.000.000,-

Jurnal Offset:

08 Setoran Kliring                  Rp 100.000.000,-

OD Deposito                           Rp 99.000.000,-

OD Tabungan                         Rp   1.000.000,-

04 OD Sundries                     Rp 99.000.000,-

Deposito                                  Rp 99.000.000,-

05 OD Sundries                     Rp 1.000.000,-

Tabungan                                Rp 1.000.000,-

5. Bapak Aline melakukan setoran kliring sebesar Rp 70.000.000,- yang dananya digunakan untuk membuka rekening tabungan sebesar Rp 20.000.000,- dan sisanya dimasukkan ke dalam rekening giro.

JAWAB :

Jurnal Umum:

Setoran Kliring                        Rp 70.000.000,-

Tabungan                                            Rp 20.000.000,-

Giro                                                     Rp 50.000.000,-

Jurnal Offset:

08  Setoran Kliring                 Rp 70.000.000,-

OD Tabungan                         Rp 20.000.000,-

OD Giro                                  Rp 50.000.000,-

05 OD Sundries                     Rp 20.000.000,-

Tabungan                                Rp 20.000.000,-

03 OD Sundries                     Rp 50.000.000,-

Giro                                         Rp 50.000.000,-

Diposkan pada tulisan

AKUNTANSI PERBANKAN-LA

LAPORAN AKHIR

LABORATORIUM MANAJEMEN LANJUT

UNIVERSITAS GUNADARMA

AKUNTANSI PERBANKAN

 

NAMA                        : Any Andriyani

NPM                           : 21212009

KELAS                       : 3EB04

BARIS                        :

KP                               : Ka Rifa

TUTOR                       : Ka Taty

TANGGAL                : 30 Oktober 2014

       PARAF ASISTEN

(                       )

 

Buatlah Jurnal Umum dan Jurnal Offset dari transaksi di bawah ini !

 

  1. Bank Gunadarma mendapat pinjaman dari Bank Kotan sebesar Rp 987.000.000,- yang digunakan untuk membeli SBPU sebesar Rp 500.000.000,- , membeli SBPM sebesar Rp 400.000.000,- , dan sisanya untuk membeli kendaraan kantor.

JAWAB :

Jurnal Umum:

SBPU                                                  Rp 500.000.000,-

SBPM                                                 Rp 400.000.000.-

Kendaraan Kantor                        Rp   87.000.000,-

Pinjaman dari Bank lain                                              Rp987.000.000,-

 

Jurnal offset:

06 OD Sundries                                    Rp 500.000.000,-

OD Sundries                                    Rp 400.000.000,-

OD Umum                                         Rp   87.000.000,-

Pinjaman dari Bank lain                                          Rp 987.000.000,-

08 SBPU                                            Rp 500.000.000,-

OD Loan                                                                Rp 500.000.000,-

08 SBPM                                           Rp 400.000.000,-

OD Loan                                                                Rp 400.000.000,-

02 Kendaraan kantor                                     Rp 87.000.000,-

OD Loan                                                                Rp 87.000.000,-

 

  1. Bank Gunadarma menjual sebagian SBPU yang dipergunakan untuk membeli 2 buah kendaraan kantor yang masing-masing berharga Rp 75.000.000,- dan membeli tanah seharga Rp 350.000.000,-

 

JAWAB :

Jurnal umum :

 

Kendaraan Kantor                         Rp   75.000.000,-

Tanah                                                  Rp 350.000.000,-

SBPU                                                                          Rp 425.000.000,-

 

Jurnal offset :

 

08        OD Umum                              Rp   75.000.000,-

OD Umum                              Rp 350.000.000,-

SBPU                                                              Rp 425.000.000,-

 

02        Kendaraan Kantor                  Rp 75.000.000,-

OD Sundries                                                   Rp 75.000.000,-

 

02        Tanah                                      Rp 350.000.000,-

OD Sundries                                                   Rp 350.000.000,-

 

  1. Nona Love mendapatkan pinjaman investasi sebesar Rp 45.000.000,- dari Bank Gunadarma. Dana tersebut diambil secara tunai sebesar Rp 5.000.000,- dan sisanya dikirim ke rekening tabungan milik Nona Cinta di Bank Gunadarma cabang Salemba.

 

JAWAB :

Jurnal Umum :

Pinjaman Investasi                                 Rp 45.000.000,-

Kas                                                                              Rp 5.000.000,-

RAK                                                                             Rp 40.000.000,-

 

Jurnal offset:

06 Pinjaman Investasi                             Rp 45.000.000,-

OD CIS                                                             Rp 5.000.000,-

OD Transfer                                                    Rp 40.000.000,-

07 OD Loan                                            Rp 5.000.000,-

Kas Pusat                                                      Rp 5.000.000,-

09 OD Loan                                            Rp 40.000.000,-

RAK                                                               Rp 40.000.000,-

 

 

  1. Kak Aktua membuka rekening giro sebesar Rp 26.000.000,- . Untuk membuka rekening giro tersebut, ia melakukan pemindahbukuan dari rekening tabungan miliknya sebesar Rp 1.000.000,- dan sisanya merupakan kiriman uang dari Bank Gunadarma cabang Salemba.

 

JAWAB :

 

Jurnal umum :

Tabungan                                Rp   1.000.000,-

RAK                                       Rp 25.000.000,-

Giro                                                                 Rp 26.000.000,-

Jurnal offset:

03 ODTabungan                       Rp   1.000.000,-

OD Transfer                         Rp 25.000.000,-

Giro                                                   Rp 26.000.000,-

05 Tabungan                               Rp 1.000.000,-

OD Giro                                                 Rp 1.000.000,-

09 RAK                                        Rp 25.000.000,-

OD Giro                                                        Rp 25.000.000,-

 

  1. Bank Gunadarma mendapat pinjaman dari sebuah perusahaan sebesar Rp 890.000.000,- yang digunakan untuk membeli kendaraan kantor sebesar Rp 190.000.000,- dan sisanya disimpan ke rekening tabungan pada bank lain.

 

JAWAB :

Jurnal Umum :

Kendaraan Kantor                                          Rp 190.000.000,-

Tabungan pada Bank Lain                             Rp 700.000.000,-

Pinjaman yang diterima                                                          Rp 890.000.000,-

 

Jurnal offset:

06   OD Umum                                               Rp 190.000.000,-

OD Tabungan                                        Rp 700.000.000,-

Pinjaman yang diterima                                              Rp 890.000.000,-

02 Kendaraan Kantor                                   Rp 190.000.000,-

OD Loan                                                                     Rp 190.000.000,-

05   Tabungan Pada Bank Lain                       Rp 700.000.000,-

OD Loan                                                                     Rp 700.000.000,-

Diposkan pada tulisan

DEPRESIASI

Depresiasi

Adalah proses pengalokasian harga perolehan aktiva tetap menjadi biaya selama masa manfaatnya dengan cara yang rasional dan sistematis.

Depresiasi didasarkan pada 3 faktor :

  1. harga perolehan : biaya yang dikeluarkan sampai aktiva siap digunakan
  2. nilai sisa : jumlah yang akan diterima pada saat aktiva itu dijual atau ditarik dari penggunaannya
  3. masa manfaat : jangka waktu pemakaian aktiva yang diharapkan oleh perusahaan.
  4. factor fisik contoh : kerusakan
  5. factor ekonomi

1.ketidaklayakan : apabila suatu aktiva tidak berguna lagi bagi perusahaan tertentu karena permintaan akan produk perusahaan itu telah meningkat.

  1. penggantian, penggantian suatu aktiva dengan aktiva lainnya yang lebih efisien.

 

Metode depresiasi

  1. metode garis lurus (straight line method)

berdasarkan metode ini bagian yang sama dari harga perolehan aktiva (diatas nilai sisanya) dialokasikan ketiap periode yang menggunakannya. Biaya depresiasi perperiode dinyatakan sebagai :

harga perolehan – nilai sisa

taksiran umur manfaat

contoh

Sebuah truk dibeli oleh PT Bromo pada tgl 1 Januari 19×1, harga beli Rp. 12.000.000, biaya perbaikan Rp. 1.000.000 taksiran nilai residu Rp. 1.000.000, taksiran masa manfaat 5 tahun, tentukan depresiasi

biaya depresiasi = 13.000.000 – 1.000.000 / 5 : 2.400.000

table depresiasi

Tahun Jml terdepresiasi Tariff Biaya depresiasi Akumulasi depresiasi Nilai buku
19x119x2

19×3

19×4

19×5

12.000.00012.000.000

12.000.000

12.000.000

12.000.000

20%20%

20%

20%

20%

2.400.0002.400.000

2.400.000

2.400.000

2.400.000

2.400.0004.800.000

7.200.000

9.600.000

12.000.000

10.600.0008.200.000

5.800.000

3.400.000

1.000.000

 

Hitunglah

  1. tariff depresiasi
  2. depresiasi pertahun
  3. nilai buku setelah 5 tahun

dari suatu aktiva yang berharga Rp. 10.000.000 yang dibeli tanggal 5 Januari. Setelah akhir umur manfaatnya selama 10 tahun nilai sisa Rp. 2.000.000.

  1. tariff depresiasi =100% / umur taksiran

100% / 10 : 10%

  1. depresiasi : (harga perolehan – nilai sisa) x tariff depresiasi/tahun

: 10.000.000 – 2.000.000 x 0,1

: 800.000/ tahun

 

  1. nilai buku

depresiasi selama 5 tahun : 800.000 x 5 = Rp. 4.000.000

nilai buku : harga perolehan – akumulasi depresiasi

: 10.000.000 – 4.000.000

: 6.000.000

  1. metode unit produksi (unit of production method)

Depresiasi dihitung berdasarkan pada unit output atau unit produksinya missal jam, kg

depresiasi = depresiasi perunit x pemakaian

 

depresiasi = harga perolehan – nilai sisa   x pemakaian

umur taksiran (dalam unit)

contoh

Sebuah truk dibeli oleh PT Bromo pada tgl 1 Januari 19×1, harga beli Rp. 12.000.000, biaya perbaikan Rp. 1.000.000 taksiran nilai residu Rp. 1.000.000, taksiran masa manfaat (100.000 km), tentukan depresiasinya missal tahun 19×1 truk dipakai 15.000 km, 19×2 30.000 km, 19×3 20.000 km, 19×4 25.000 km, 19×5 10.000 km

biaya depresiasi persatuan : 13.000.000 – 1.000.000 / 100.000 : 120

Tahun Satuan kegiatan Depresiasi / satuan Biaya depresiasi Akumulasi depresiasi Nilai buku
19x119x2

19×3

19×4

19×5

15.00030.000

20.000

25.000

10.000

120120

120

120

120

1.800.0003.600.000

2.400.000

3.000.000

1.200.000

1.800.0005.400.000

7.800.000

10.800.000

12.000.000

11.200.0007.600.000

5.200.000

2.200.000

1.000.000

 

Contoh :

PT Elok membeli mobil bekas seharga Rp. 600.000 dan mengeluarkan Rp. 150.000 sebagai biaya reparasi, berapa depresiasinya dan nilai buku pada akhir tahun kedua jika mobil tersebut mempunyai nilai sisa Rp. 150.000 dan taksiran umur manfaat 85.000 km lagi, pada tahun pertama mobil dipakai sejauh 12.000 kmdan tahun ke dua menempuh 14.000 km

depresiasi perunit : 750.000 – 150.000 / 85.000 km

: Rp 7 / km

Depresiasi th 1 : 7 x 12.000 : 84.000

th 2 : 7 x 14.000 : 98.000

akumulasi depresiasi : 84.000 + 98.000 = 182.000

nilai buku akhir tahun kedua : 750.000 – 182.000 = 568.000

 

  1. metode saldo menurun ganda (double declining method)

Dalam menghitung depresiasi dengan metode ini tidak diakui adanya nilai sisa. Berdasar metode ini tariff depresiasi garis lurus tanpa nilai sisa dikalikan dua dan dipakai untuk menentukan depresiasi saldo menrun ganda dengan cara mengalikan tariff yang telah dikalikan dua tersebut dengan nilai buku aktiva pada tiap awal periode

nilai buku awal tahun x tariff depresiasi = biaya depresiasi

tariff depresiasi =                     100%               x 2

taksiran umur manfaat

contoh :

Sebuah truk dibeli oleh PT Bromo pada tgl 1 Januari 19×1, harga beli Rp. 12.000.000, biaya perbaikan Rp. 1.000.000 taksiran nilai residu Rp. 1.000.000, taksiran masa manfaat 5 tahun, tentukan depresiasi

 

biaya depresiasi : 13.000.000 x 40% : 5.200.000

Tahun Jml terdepresiasi Tariff Biaya depresiasi Akumulasi depresiasi Nilai buku
19x119x2

19×3

19×4

19×5

13.000.0007.800.000

4.680.000

2.808.000

1.685.000

40%40%

40%

40%

40%

5.200.0003.120.000

1.872.000

1.123.000

685.000

5.200.0008.320.000

10.192.000

11.315.000

12.000.000

7.800.0004.680.000

2.808.000

1.685.000

1.000.000

 

Jika suatu aktiva mempunyai nilai sisa maka depresiasi untuk tahun terakhir dihitung sbb :

Depresiasi : Nilai buku awal tahun terakhir – nilai sisa

: 1.685.000 – 1.000.000 : 685.000

 

  1. metode jumlah angka tahun (sum of year)

Jumlah depresiasi dihitung berdasarkan pada serangkaian angka pecahan yang denominator atau penyebutnya diambil dari jumlah rentetan angka tahun tersebur. Angka tahun yang terbesar digunakan sebagai numerator atau pembilang dari angka pecahan untuk depresiasi tahun pertama.

harga perolehan – nilai sisa x pecahan angka tahun = biaya depresiasi

contoh :

Sebuah truk dibeli oleh PT Bromo pada tgl 1 Januari 19×1, harga beli Rp. 12.000.000, biaya perbaikan Rp. 1.000.000 taksiran nilai residu Rp. 1.000.000, taksiran masa manfaat 5 tahun, tentukan depresiasi

Tahun Jml terdepresiasi Tariff Biaya depresiasi Akumulasi depresiasi Nilai buku
19x119x2

19×3

19×4

19×5

12.000.00012.000.000

12.000.000

12.000.000

12.000.000

5/154/15

3/15

2/15

1/15

4.000.0003.200.000

2.400.000

1.600.000

800.000

4.000.0007.200.000

9.600.000

11.200.000

12.000.000

9.000.0005.800.000

2.400.000

1.800.000

1.000.000

 

Untuk aktiva yang memiliki taksiran umur manfaat lama formulanya :

S : N (N+1)/2

S : jumlah angka tahun

N : umur manfaat

Contoh :

Sebuah mesin dibeli oleh PT Texmaco, berapa depresiasinya untuk 2 tahun pertama jika mesin punya nilai sisa 192.000 dan taksiran umur manfaat 25 tahun, harga mesin tersebut 1.350.000

Jawab

S : 25 (25+1) / 2 : 325

Jumlah terdepresiasi : 1.350.000 – 192.000 : 1.158.000

Depresiasi : jumlah terdepresiasi x angka pecahan

Th 1  : 1.158.000 x 25/325 : 89.077

2   : 1.158.000 x 24/325 : 85.513

 

Diposkan pada tulisan

METODE HARGA POKOK PESANAN FULL COSTING

Siklus akuntansi biaya dapat pula digambarkan melalui hubungan rekening-rekening buku besar. Untuk menampung biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk jadi, di dalam buku besar dibentuk rekening-rekening berikut ini:

Barang dalam proses Digunakan untuk mencatat biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik ( debit) dan harga pokok produk jadi yang ditransfer ke bagian gudang ( kredit)
Persediaan bahan baku Digunakan untuk mencatat harga pokok bahan baku yang dibeli ( debit) dan harga pokok bahan baku yang dipakai produksi ( kredit)
Gaji dan upah Rekening ini merupakan rekening antara ( clearing account) yang digunakan untuk mencatat utang gaji dan upah ( debit) dan upah langsung yang digunakan untuk mengolah produk ( kredit)
Biaya overhead pabrik Digunakan untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya dan yang dibebankan kepada produk berdasarkan tariff ( kredit)
Persediaan produk jadi Digunakan untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer dari bagian produksi ke bagian gudang ( debit) dan harga pokok produk yang dijual ( kredit)

KARAKTERISTIK METODE HARGA POKOK PESANAN

Karakter usaha perusahaan sbb:

  1. Proses pengolahan produk terjadi secara terputus-putus. Jika pesanan yang satu selesai dikerjakan, proses produks dihentikan, dan mulai dengan pesanan berikutnya
  2. Produk dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan. Dengan demikian pesanan yang satu dapat berbeda dengan pesanan yang lain
  3. Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan, bukan untuk memenuhi persediaan di gudang

Karakteristik metode harga pokok pesanan

  1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesan dan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok produksinya secara individual
  2. Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk menjadi dua kelompok berikut ini : biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung
  3. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah biaya overhead pabrik
  4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan tariff yang ditentukan dimuka
  5. Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai di produksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.

MANFAAT INFORMASI HARGA POKOK PRODUKSI PER PESANAN

  1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan
  2. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan
  3. Memantau realisasi biaya produksi
  4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan
  5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca

REKENING KONTROL DAN REKENING PEMBANTU

Akuntansi biaya menggunakan banyak rekening pembantu untuk merinci biaya-biaya produksi. Rekening-rekening pembantu ( subsidiary accounts) ini dikontrol ketelitiannya dengan menggunakan rekening control ( controlling accounts) di dalam buku besar.

Rekening control Rekening pembantu
Persediaan bahan baku Kartu persediaan
Persediaan bahan penolong Kartu persediaan
Barang dalam proses Kartu harga pokok
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Kartu biaya
Biaya administrasi dan umum Kartu biaya
Biaya pemasaran Kartu biaya
Persediaan produk jadi Kartu persediaan

Untuk mencatat biaya produksi, didalam buku besar dibentuk rekening control barang dalam proses. Rekening ini dapat dipecah lebih lanjut menurut unsure biaya produksi, sehingga ada tiga macam rekening barang dalam proses berikut ini:

Barang dalam proses – biaya bahan baku

Barang dalam proses – biaya tenaga kerja langsung

Barang dalam proses – biaya overhead pabrik

Jika produk diolah melalui beberapa departemen produksi, rekening barang dalam proses dapat dirinci lebih lanjut menurut departemen dan unsur biaya produksi sbb:

Barang dalam proses – biaya bahan baku dep A

Barang dalam proses – tenaga kerja langsung dep A

Barang dalam proses – biaya overhead pabrik dep A

Barang dalam proses – biaya bahan baku dep B

Barang dalam proses – tenaga kerja langsung dep B

Barang dalam proses – biaya overhead pabrik dep B

Contoh soal:

PT eliona berusaha dalam bidang percetakan. Semua pesanan diproduksi berdasarkan spesifikasi dari pemesan, dan biaya produksi dikumpulkan menurut pesanan yang diterima. Pendekatan yang digunakan perusahaan dalam penentuana harga pokok produksi adalah full costing. Untu dapat mencatat biaya produksi, tiap pesanan diberi nomor, dan setiap dokumen sumber dan dokumen pendukung diberi identitas nomor pesanan yang bersangkutan. Dalam bulan November 19×1, PT eliona mendapat pesanan untuk mencetak undangan sebayak 1.500 lembar dari PT Rimendi. Harga yang dibebankan kepada pemesan tersebut adalah Rp 3.000 per lembar. Dalam bulan yang sama perusahaan juga menerima pesanan untuk mencetak pamphlet iklan sebanyak 20.000 lembar dari PT OKI, dengan harga yang dibebankan kepada pemesan sebesar Rp 1.000 per lembar. Pesanan dari PT Rimendi diberi nomor 101 dan pesanan dari PT Oki diberi nomor 102. berikut ini adalah kegiatan produksi dan kegiatan lain untuk memenuhi pesanan tersebut.

  1. Pembelian bahan baku dan bahan penolong. Pada tanggal 3 November perusahaan membeli bahan baku dan bahan penolong berikut ini:

Bahan baku :

Kertas jenis X                   85 rim @ Rp 10.000                          Rp   850.000

Kertas jenis Y                   10 roll @ Rp 350.000                         Rp 3.500.000

Tinta jenis A                      5 kg @ Rp 100.000                             Rp   500.000

Tinta jenis B                      25 kg @ Rp 25.000                             Rp   625.000

Jumlah bahan baku yang dibeli                                                                 Rp 5.475.000

Bahan penolong :

Bahan penolong P             17 kg @ Rp 10.000                             Rp    170.000

Bahan penolong Q             60 kg @ Rp 5.000                               Rp    300.000

Jumlah bahan penolong yang dibeli                                           Rp   470.000

Jumlah total                                                                                                           Rp 5.945.000

  1. Pemakaian bahan baku dan penolong dalam produksi.

Bahan baku untu pesanan #101 :

Kertas jenis X                   85 rim @ Rp 10.000               Rp       850.000

Tinta jenis A                      5 kg @ Rp 100.000                 Rp       500.000

Jumlah bahan baku untuk pesanan # 101                          Rp   1.350.000

Bahan baku untuk pesanan # 102:

Kertas jenis Y                   10 roll @ Rp 350.000             Rp 3.500.000

Tinta jenis B                      25 kg @ Rp 25.000                 Rp   625.000

Bahan baku untuk pesanan # 102                                     Rp 4.125.000

Jumlah bahan baku yang dipakai                                      Rp 5.475.000

Pada saat memproses dua pesanan tersebut, perusahaan menggunakan bahan penolong sebagai berikut:

Bahan penolong P             10 kg @ Rp 10.000                             Rp 100.000

Bahan penolong Q                        40 liter @ Rp 5.000                            Rp 200.000

Jumlah bahan penolong yang dipakai dalam produksi                 Rp 300.000

  1. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh departemen produksi adalah sebagai berikut:

Upah langsung untuk pesanan # 101 , 225 jam @ Rp 4.000        Rp    900.000

Upah langsung untuk pesanan #102, 1.250 jam @Rp 4.000        Rp 5.000.000

Upah tidak langsung                                                                                    Rp 3.000.000

Jumlah upah                                                                                                   Rp 8.900.000

Gaji karyawan administrasi dan umum                                         Rp 4.000.000

Gaji karyawan bagian pemasaran                                                   Rp 7.500.000

Jumlah gaji                                                                                               Rp 11.500.000

Jumlah biaya tenaga kerja                                                                 Rp 20.400.000

4.Biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tariff sebesar 150% dari biaya tenaga kerja langsung yaitu sebesar:

Pesanan # 101 150 % x Rp 900.000         =          Rp 1.350.000

Pesanan # 102 150 % x Rp 5.000.000      =          Rp 7.500.000

Jumlah biaya overhead pabrik yg dibebankan      Rp 8.850.000

Diminta:

  1. Buatlah jurnal pembelian bahan baku
  2. buatlah jurnal pembelian bahan penolong
  3. Buatlah jurnal pemakaian bahan baku dalam produksi
  4. Buatlah jurnal pemakaian bahan penolong dalam produksi
  5. Buatlah jurnal biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan
  6. Buatlah pencatatan distribusi biaya tenaga kerja
  7. Buatlah pencatatan pembayaran gaji dan upah
  8. Buatlah jurnal untuk mencatat pembebanan biaya overhead pabrik kepada pesanan tersebut
  9. Buatlah jurnal untuk mencatat biaya overhead paberik sesungguhnya terjadi tersebut
  10. buatlah jurnal penutup untuk bop yang dibebankan
  11. buatlah pencatatan selisih bop yangdibebankan terhadap bop sesungguhnya
  12. jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi
  13. jurnal untuk mencatat harga pokok pesanan yang belum selesai
  14. pencatatan harga pokok produk yang dijual
  15. pencatatan pendapatan penjualan produk
no akun D K
1 Persediaan bahan baku

Utang dagang

Rp 5.475.000

Rp 5.475.000

2 Persediaan bahan penolong

Utang dagang

Rp 470.000

Rp 470.000

3 Barang dalam proses-biaya bahan baku

Persediaan bahan baku

Rp 5.475.000

Rp 5.475.000

4 Biaya overhead Pabrik sesungguhnya

Persediaan bahan penolong

Rp 300.000

Rp 300.000

5 Gaji dan upah

Utang gaji dan upah

Rp 20.400.000

Rp 20.400.000

6 Barang dalam proses-biaya tenaga kerja langsung

Biaya overhead pabrik sesungguhnya

Biaya administrasi dan umum

Biaya pemasaran

Gaji dan upah

Rp 5.900.000

3.000.000

4.000.000

7.500.000

Rp 20.400.000

7 Utang gaji dan upah

Kas

Rp 20.400.000

Rp 20.400.000

8 Barang dalam proses-biaya overhead pabrik

Biaya overhead pabrik yg dibebankan

Rp 8.850.000

Rp 8.850.000

9 Biaya overhead pabrik sesungguhnya

Akumulasi depresiasi mesin

Akumulasi depresiasi gedung

Persekot asuransi

Persediaan suku cadang

Persediaan bahan bangunan

Rp 5.700.000

Rp 1.500.000

2.000.000

700.000

1.000.000

500.000

10 Biaya overhead pabrik yang dibebankan

Biaya overhead pabrik sesungguhnya

Rp 8.850.000

Rp 8.850.000

11 Selisih biaya overhead pabrik

Biaya overhead pabrik sesungguhnya

Rp 150.000

Rp 150.000

12 Persediaan produk jadi

Barang dalam proses-biaya bahan baku

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja langsung

Barang dalam proses-biaya overhead pabrik

Rp 3.600.000

Rp 1.350.000

900.000

1.350.000

13 Persediaan produk dalam proses

Barang dalam proses-biaya bahan baku

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja langsung

Barang dalam proses-biaya overhead pabrik

Rp 16.625.000

Rp 4.125.000

5.000.000

7.500.000

14 Harga pokok penjualan

Persediaan produk jadi

Rp 3.600.000

Rp 3.600.000

15 Piutang dagang

Hasil penjualan

Rp 4.500.000

Rp 4.500.000

Diposkan pada tulisan

Activity-Based Costing (ABC)

1. Distorsi Biaya

Penentuan biaya produksi dengan metode traditional costing dapat menimbulkan distorsi biaya produksi. Hal ini disebabkan karena metode tersebut hanya mempergunakan satu macam basis pembebanan biaya untuk pemakaian sumber daya, sementara setiap sumber daya yang berbeda dapat saja dikonsumsi berdasarkan basis yang berbeda pula. Untuk mengatasi keterbatasan pada metode traditional costing maka dikembangkan sistem biaya yang didasarkan pada aktivitas yang disebut Activity Based Costing, yang didasari oleh asumsi bahwa aktivitas mengkonsumsi biaya dan produk mengkonsumsi aktivitas. Dengan demikian, penyebab dari dikonsumsinya biaya adalah aktivitas yang dilakukan untuk membuat suatu produk, bukan produk itu sendiri. Maka dengan metode Activity Based Costing pembebanan biaya tidak selalu dianggap proporsional terhadap volume produk, melainkan proporsional terhadap pengkonsumsian sumber daya oleh aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam membuat produk tersebut.

Pemilihan aktivitas-aktivitas dan pemicu-pemicu biaya secara hati-hati merupakan kunci untuk memperoleh manfaat dari sistem Activity Based Costing. Analytic Hierarchy Process merupakan salah satu metodologi yang mampu menangani kriteria keputusan yang banyak dan konsisten untuk menentukan pemicu-pemicu biaya dalam Activity Based Costing. Analytic Hierarchy Process mampu membantu kekonsistenan munculnya problem-problem pemilihan pemicu biaya dengan kriteria keputusannya yang dinyatakan secara subyektif berdasarkan pada pengalaman manajerial. Penelitian yang membandingkan pembebanan biaya produksi tak langsung metode traditional costing dengan metode Activity Based Costing pada Divisi Produksi PT. Arka Footwear Indonesia ini menunjukkan bahwa dua dari tiga produk yang dibuat perusahaan tersebut (Neckerman dan Osh Kosh B’Gosh) mengalami distorsi undercosting masing-masing sebesar Rp. 30,- dan Rp. 485,-. Sedangkan produk lainnya (Adidas) mengalami distorsi overcosting sebesar Rp. 3.048,-. Distorsi biaya yang terjadi disebabkan karena metode traditional costing terlalu rendah mengkalkulasikan biaya produksi tak langsung untuk produk Neckerman dan Osh Kosh B’Gosh, dan terlalu tinggi mengkalkulasikan biaya produksi tak langsung untuk produk Adidas.

Hal ini disebakan karena metode traditional costing hanya menggunakan satu jenis pembebanan biaya yang sama untuk setiap produk yang dihasilkan. Dengan metode Activity Based Costing dapat ditelusuri aktivitas apa saja yang dikonsumsi produk tersebut, sehingga dapat diketahui jumlah biaya yang sebenarnya.

 

Pengertian ABC (Activity Based Costing)

Activity Based Costing merupakan metode yang menerapkan konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebih akurat. Namun dari perspektif manajerial, sistem ABC menawarkan lebih dari sekedar informasi biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi.

Pengertian akuntansi aktivitas menurut Amin Widjaja (1992; 27) adalah :

“Bahwa ABC Sistem tidak hanya memberikan kalkulasi biaya produk yang lebih akurat, tetapi juga memberikan kalkulasi apa yang menimbulkan biaya dan bagaimana mengelolanya, sehingga ABC System juga dikenal sebagai sistem manajemen yang pertama.”

Sedangakan menurut Mulyadi (1993:34) memberikan pengertian ABC sebagai berikut :

ABC merupakan metode penentuan HPP (product costing) yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengikursecara cermat konsumsi sumber daya alam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.”

Pengertian ABC Sistem yang lain juga dikemukakan oleh Hansen and Mowen (1999: 321) sebagai berikut :

“Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke produk.”

Pengertian akuntansi aktivitas menurut Brimson (1991: 47) adalah:

“Suatu proses pengumpulan dan menelusuri biaya dan data performan terhadap suatu aktivitas perusahaan dan memberikan umpan balik dari hasil aktual terhadap biaya yang direncanakan untuk melakukan tindakan koreksi apabila diperlukan.”

Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2000: 292) sebagai berikut:

“Metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.” Activity-Based Costing (ABC) adalah konsep perhitungan biaya dalam akuntansi manajemen yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas bisnis dalam organisasi yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk dengan lebih akurat. Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan aktivitas-aktivitas tersebut memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan biaya. Biaya produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan kemudian ke sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan. Hal ini menghasilkan perhitungan biaya produk yang lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan menggunakan konsep tradisional. ABC baik untuk diterapkan di perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk dan memiliki komponen biaya tidak langsung yang signifikan.

Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.

Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:

  1. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
  2. Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
  3. Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy

Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional:

  1. Akuntansi biaya tradisional dirancang hanya menyajikan informasi biaya pada tahap produksi.
  2. Alokasi biaya overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung atau hanya dengan volume produksi.
  3. Ada diversitas produk, dimana masing-masing produk mengkonsumsi biaya overhead yang berbeda beda.

 

Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan biaya yang paling dominan dan multiproduk. Dalam merancang ABC sistem, aktivitas untuk membuat dan menjual produk digolonhkan dalam 4 kelompok, yaitu:

  1. Facility sustaining activity cost — biaya yang berkaitan dengan aktivitas mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji pegawai kunci
  2. Product sustaining activity cost —– biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain produk
  3. Bacth activity cost —– biaya yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang diproduksi. Misal biaya setup mesin.
  4. Unit level activity cost —- biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan. Misal biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

 

Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing

Pada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad pabrik dan produk juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar pembebanan dari pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan akuntansi biaya tradisional (cooper, 1991:269-270).

Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya tradisional.

Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:

  1. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas-aktivitas selanjutnya.
  2. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
  3. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.

 

Prosedure Pembebanan Biaya Overhead dengan Sistem ABC

Menurut Mulyadi (1993: 94), prosedure pembebanan biaya overhead dengan sisitem ABC melalui dua tahap kegiatan:

  1. Tahap Pertama

Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki aktifitas yang sejenis atau homogen, terdiri dari 4 langkah :

  1. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai aktifitas
  2. Mengklasifikasikan aktifitas biaya kedalam berbagai aktifitas, pada langkah ini biaya digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4 kategori yaitu: Unit level activity costing, Batch related activity costing, product sustaining activity costing, facility sustaining activity costing.

 

Level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Aktivitas Berlevel Unit (Unit Level Activities)

Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unit bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi.

2. Aktivitas Berlevel Batch (Batch Level Activities)

Aktivitas dilakukan setiap batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada pada batch tersebut. Misalnya, pekerjaan seperti membuat order produksi dan pengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel batch

3. Aktivitas Berlevel Produk (Produk Level Activities)

Aktivitas berlevel produk berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau unit yang diproduksi atau dijual. Sebagai contoh merancang produk atau mengiklankan produk.

4. Aktivitas Berlevel Fasilitas (Fasility level activities)

Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses operasi perusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantor, penyediaan jaringan komputer dan sebagainya.

 

  1. Mengidentifikasikan Cost Driver

Dimaksudkan untuk memudahkan dalam penentuan tarif/unit cost driver.

 

  1. Menentukan tarif/unit Cost Driver

Adalah biaya per unit Cost Driver yang dihitung untuk suatu aktivitas. Tarif/unit cost driver dapat dihitung dengan rumus sbb:

Tarif per unit Cost Driver = CostDriverfitasJumlahAkti

 

  1. Tahap Kedua

Penelusuran dan pembebanan biaya aktivitas kemasing-masing produk yang menggunakan cost driver. Pembebanan biaya overhead dari setiap aktivitas dihitung dengan rumus sbb:

BOP yang dibebankan = Tarif/unit Cost Driver X Cost Driver yang dipilih

 

Pengenalan Pembiayaan Berdasarkan Aktifitas (Activity Based Costing System – ABC System)

 Sebagaimana aktifitas manufaktur makin terus diotomasi dan tekanan persaingan internasional makin tinggi, banyak perusahaan manufaktur memperkenalkan sistem pembiayaan produk yang lebih lengkap. Walaupun overhead departmental yang telah dibagi-bagi per departemen memberikan biaya produk yang lebih akurat daripada overhead yang secara keseluruhan, masih dimungkinkan untuk mencapai akurasi yang lebih tinggi dengan memfokuskan kepada banyak aktivitas yang mempengaruhi proses produksi. Dalam sistem pembiayaan berdasarkan aktifitas (ABC system), dua tahap alokasi proses tetap digunakan. Tapi bukannya memasukkan overhead hanya pada department pada tahap 1, overhead tersebut diberikan pada lebih banyak pos yang melambangkan aktifitas dalam proses produksi. Aktifitas ini berbeda-beda dalam tiap perusahaan, tapi dapat dijabarkan sebagai contoh seperti berikut ini: dukungan engineering, penanganan bahan baku, set up mesin, penjadwalan produksi, inspeksi, penerimaan, pengiriman dan pembelian.

 

Setelah memasukkan biaya pada pos aktifitas di tahap 1, driver biaya dididentifikasikan sesuai pos tersebut. Kemudian pada tahap 2 biaya overhead dialokasikan dari setiap aktifitas  secara proprosional sesuai aktifitas yang dilakukan untuk setiap pekerjaan. Misalnya berapa jumlah inspeksi bisa menjadi angka yang menentukan jumlah overhead dari aktifitas inspeksi pada berbagai pekerjaan produksi. Jika pekerjaan A memerlukan 2 kali inspeksi lebih banyak daripada  daripada pekerjaan B maka jumlah biaya overhead dari inspeksi pun akan menjadi 2 kali lebih banyak.

Gambar 3-13 menunjukkan alokasi proses 2 tahap dalam ABC system. Peningkatan akurasi pembiayaan dalam sistemini datand dari tahap 1 yaitu menidentifikasi sejumlah pos aktifitas  dan 2 penentuan angka driver untuk setiap aktifitas.

Tren saat ini yang menggunakan lingkungan produksi yang sangat otomatis adalah menggunakan angka driver yang tinggi untuk penentuan overhead. ABC system makin banyak digunakan sebagaimana para manajer melihat kepentingan strategis untuk mendapatkan informasi biaya yang akurat. ABC system relatif baru dan sangat penting dalam pembahasan manajemen akuntansi.

 

ABC pada perusahaan jasa

Activity Based Costing untuk Perusahaan Jasa.

Sistem kerja Activity Based Costing banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur, tetapi juga dapat diterapkan pada perusahaan jasa. Penerapan metode Activity Based Costing pada perusahaan jasa memiliki beberapa ketentuan khusus, hal ini disebabkan oleh karakteristik yang dimiliki perusahaan jasa. Menurut Brinker (1992), karakteristik yang dimiliki perusahaan jasa, yaitu:

 

1) Output seringkali sulit didefinisi

2) Pengendalian aktivitas pada permintaan jasa kurang dapat didefinisi

3) Cost mewakili proporsi yang lebih tinggi dari total cost pada seluruh kapasitas yang ada dan sulit untuk menghubungkan antara output dengan aktivitasnya. Output pada perusahaan jasa adalah manfaat dari jasa itu sendiri yang kebanyakan tidak terwujud, contoh: kecepatan suatu jasa, kualitas suatu informasi, pemuasan konsumen. Output pada perusahaan jasa tidak berwujud membuat perhitungan menjadi sulit. Sekalipun sulit, dewasa ini bisnis jasa menggunakan metode Activity Based Costing pada bisnisnya.

Untuk menjawab permasalahan diatas, Activity Based Costing benar-benar dapat digunakan pada perusahaan jasa, setidak-tidaknya pada beberapa perusahaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Activy Based Costing pada perusahaan jasa adalah:

1) Identifying and Costing Activities

Mengidentifikasi dan menghargai aktivitas dapat membuka beberapa kesempatan untk pengoperasian yang efisien.

2) Spesial Challenger

Perbedaan antara perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur akan memiliki permasalahan-permasalahan yang serupa. Permasalahan itu seperti sulitnya mengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu jasa tidak dapat menjadi suatu persediaan, karena kapasitas yang ada namun tidak dapat digunakan menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindari.

3) Output Diversity

Perusahaan jasa juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi output yang ada. Pada perusahaan jasa, diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pendukung pada hal-hal yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atau ditentukan

 

ILUSTRASI

P.T. Ayu Jelita membuat 4 produk A, B, C, dan D dengan data se-

bagai berikut :

Produk Unit Keluaran Jumlah / Putaran Produksi Jam Kerja Langsung / unit Jam Mesin / unit Biaya Material / unit Komponen Material / unit
A 25 3 2 2 Rp. 30 8
B 25 4 4 4 75 5
C 250 7 2 2 30 8
D 250 10 4 4 75 6
24

 

Biaya tenaga kerja Rp 7,- perjam

Biaya overhead pabrik :

– Biaya variabel jangka pendek                   Rp   8.250,-

– Biaya variabel jangka panjang :

– biaya penjadwalan               Rp 7.680,-

– biaya set up                     RP 3.600,-

————

Rp 11.280,-

– Biaya penanganan material                       Rp   7.650,-

————–

Rp 27.180,-

Hitunglah harga pokok perunit :

  1. Menggunakan kalkulasi biaya produk konvensional dengan memakai

tarif overhead jam tenaga kerja

  1. Menggunakan ABC dengan pemacu biaya sebagai berikut :

Biaya variabel jangka pendek         Jam mesin

Biaya penjadwalan                   Jumlah putaran produksi

Biaya set up                        Jumlah putaran produksi

Biaya penanganan material           Jumlah komponen

  1. Bandingkan hasil dari kedua metode tersebut

 

Penyelesaian :

 

  1. Kalkulasi biaya konvensional

 

Jumlah jam tenaga kerja A   25 X 2 =   50

B   25 X 4 = 100

C   250 X 2 = 500

D   250 X 4 = 1000

——

1650

 

Rp. 27.180,-

Tarif Overhead Pabrik = ————– = Rp. 16,47 / Jam TK

1.650

 

Keterangan A (Rp) B (Rp) C (Rp) D (Rp) Total (Rp)
Material 750,0 1.875 7.500 18.750 28.875,0
Upah 350,0 700 3.500 7.000 11.550,0
Biaya Utama 1.100,0 2.575 11.000 25.750 40.425,0
BOP @ 16.47 823.5 1.647 8.235 16.470 27.175,5
HP Produksi 1.923,5 4.222 19.235 42.220 67.600,5
Unit diproduksi 25 25 250 250
HP Produksi / unit 77 169 77 169

 

  1. Kalkulasi Biaya dg metode Activity Based costing
  2. By. Var jangka pendek Rp.8.250,- / 1.650 = Rp.5 / jam TK.
  3. By. Pnjdwln Rp.7.680,- / 24 = Rp. 320 perputaran produksi.
  4. By. Set Up Rp. 3.600,- / 24 = Rp. 150 perputaran produksi.
  5. By penanganan Material Rp. 7.650 / 3.825 = Rp. 2 / komponen.

Total Komponen

A   25   x 8   =     200

B   25   x 5   =     125

C   250   x 8   =   2.000

D   250   x 6 =   1.500 +

———

3.825

Keterangan A (Rp) B (Rp) C (Rp) D (Rp) Total (Rp)
Biaya Utama 1.100,0 2.575,0 11.000,0 25.750 40.425,0
Bi Var. Jk Pdk @ Rp. 5/Jam TK 250,0 500,0 2.500,0 5.000,0 8.250,0
Bi Penjadwalan@ Rp. 320 960,0 1.280,0 2.240,0 3.200,0 7.680,0 
Bi Set Up @ Rp. 150/putaran 450,0 600,0 1.050,0 1.500,0 3.600,0
Bi Penangangan material @ Rp. 2/komponen 400,0 250,0 4.000,0 3.000,0 7.650,0
HP Produksi 3.160.0 5.205,0 20.650,0 38.450,0 67.605,0
Unit diproduksi 25 25 250 250
HP Produksi / unit 126,4 208,2 83,16 153,8

 

  1. Membandingkan hasil yang diperoleh
Keterangan A (Rp) B (Rp) C (Rp) D (Rp)
HP Produksi / unit metode konvensional 77,0 169,0 77,0 169,0
HP Produksi / unit metode ABC 126,4 208,2 83,16 153,8

 

Metode ABC lebih banyak membebankan overhead terhadap produksi dengan volume yang lebih rendah dan cenderung membebankan secara relatif lebih kecil terhadap produksi dengan volume yang lebih tinggi.

Diposkan pada tulisan

Balanced Scorecard

Definisi Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.

Kapan Munculnya Balanced Scorecard ?

  • Adanya pergeseran tingkat persaingan bisnis dari industrial competition ke information competition, sehingga mengubah alat ukur atau acuan yang dipakai oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya.

Perubahan Teknologi à Persaingan ketat di dunia bisnis à Mendorong kebutuhan akan Informasi à Mengakibatkan persaingan Informasi à Untuk membantu ambil keputusan.

Mengapa kata “BALANCE”

  • Karena Balanced Scorecard menunjukkan adanya keseimbangan antara semua factor yaitu keseimbangan antara :

a. Faktor keuangan dan non keuangan

b. Pihak eksternal dan internal

c. Jangka pendek dan jangka panjang

Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur
Perspektif dalam Balanced Scorecard

Mengapa Harus 4 Perspektif ?

  • Perspektif Keuangan tidak cukup mencerminkan kinerja perusahaan dimana perspektif keuangan yang baik tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut akan bisa exiss dalam jangka panjang (yang merupakan tujuan utama suatu perusahaan didirikan)

Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan

BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer ‘yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.

2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:

1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.

2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.

3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayananpumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:

1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:

a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.

b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.

c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.

2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.

 

Mengapa Perspektif Non Keuangan Penting ?

  • Perspektif Non Keuangan di anggap sebagai bagian yang bila ikut diperhatikan, pada akhirnya dapat mendongkrak kinerja keuangan yang merupakan keinginan utama dari pemegang saham.
  • Untuk dapat exiss, perusahaan harus mempunyai strategi yang dituangka dalam action-action, sehingga penilaian kinerja juga harus lebih dari sekedar penilaian financial.

 

Apa yang diutamakan dalam setiap perspektif ?

  1. Financial à Berorientasi pada para pemegang saham
  2. Customer à Bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer
  3. Internal Bussiness Process à Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan dalam jangka panjang untuk mencapai tujuan financial dan kepuasan konsumen
  4. Learning and Growth à Bagaimana kita bisa meningkatkan dan menciptakan value secara continue terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan

 

Apa Yang Dinilai dari Perspektif Pelanggan ?

Perspektif Pelanggan dapat diukur dengan lima aspek utama (Kaplan, 1996)

  1. Pengukuran Pangsa Pasar
  2. Pengukuran Customer Retention
  3. Pengukuran Customer Acquisition
  4. Pengukuran Customer Satisfaction
  5. Pengukuran Customer Profitability

Apa Yang Dinilai dari Perspektif Bisnis Internal ?

Perspektif Bisnis Internal dapat diukur dengan tiga aspek utama yaitu :

  1. Proses Inovasi (penelitian dasar dan trepan juga penelitian pengembangan produk)
  2. Proses Operasi (menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi dan ketepatan waktu dari barang/jasa yang diberikan kepada konsumen.
  • Pengukuran terhadap efisiensi waktu yang dibutuhkan (time measurements)

Processing Time

Manufacturing Cycle Efectiveness =  ———————-

Throughput Time

  • Pengukuran terhadap kualitas proses produksi (quality process measurements)

Menditeksi adanya tingkat kerusakan produk dari proses produksi, perbandingan produk bagus yang dihasilkan dengan produk bagus yang masuk dalam proses, bahan buangan (waste), bahan sisa (scrap), besarnya angka pengerjaan kembali (rework), besarnya angka pengembalian bari dari konsumen dll.

  • Pengukuran terhadap efisiensi biaya proses produksi (process cost measurements)

Dalam manufaktur maju, pengukuran atas biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk digunakan ABC system.

Ketiga poin di atas secara bersama-sama (simultan) akan menghasilkan tiga parameter yang penting untuk mengkarakteristikkan pengukuran proses bisnis internal (perhitungan biaya yang tepat dimana tidak ada pemborosan biaya dari aktivitas yang tidak bernilai tambah dan kualitas produk yang dihasilkan baik akan menghasilkan proses bisnis internal yang baik).

  1. Pelayanan Purna Jual (akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen)

Aktivitas-aktivitas diantaranya : garansi, reparasi, perlakuan terhadap produk cacat atau rusak, pelayanan dalam komplain dll

Apa Yang Dinilai dari Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran ?

  • Betapa pentingnya untuk terus memperhatikan karyawan, memantau kesejahteraannya, meningkatkan pengetahuan karyawan yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan untuk mencapai hasil ketiga perspektif diatasnya.
  1. Mengukur Kemampuan Karyawan dengan 3 aspek :
  • Pengukuran kepuasan karyawan
  • Tingkat keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan
  • Pengakuan terhadap hasil kerja karyawan
  • Kemudahan dalam mendapatkan informasi sehingga dapat bekerja sebaik mungkin
  • Keaktifan dan kreativitas dalam melakukan pekerjaan
  • Tingkat dukungan yang diberikan kepada karyawan
    • Pengukuran perputaran karyawan dalam perusahaan
    • Pengukuran produktivitas karyawan
  • Gaji yang diperoleh
  • Rasio perbandingan antara konpensasi yang diperoleh karyawan dengan jumlah karyawan yang ada di perusahaan.
  1. Kemampuan Sistem Informasi

Kualitas dan produktifitas karyawan dipengaruhi oleh akses terhadap system informasi yang dimiliki perusahaan (persentase ketersediaan informasi). Semakin mudah informasi diperoleh maka karyawan akan memiliki kenerja yang semakin baik

Informasi yang dibutuhkan karyawan seperti informasi pelanggannya, biaya produksi dll

  1. Motivasi, Pemberian Wewenang dan Pembatasan Wewenang Karyawan

Selain kemudahan akses informasi yang bergitu bagus tetapi juga harus diikuti dengan adanya motivasi karyawan untuk mau meningkatkan kinerjanya.

Diposkan pada tulisan

JUST IN TIME

Pendahuluan

Persediaan merupakan salah satu aset paling mahal. Harus ada keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen. Karena itu timbul konsep yang disebut Just In Time atau disebut juga Sistem produksi tepat waktu.

Just In Time (JIT) adalah suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok (suplier) tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang, penyimpanan barang dan stocking cost.

JIT didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerjasama dengan komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan JIT dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi.

Pembahasan

Pengertian JIT

Sistem produksi tepat waktu/Just In Time (JIT) adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu.

Prinsip dasar Just In Time adalah peningkatan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan dengan minimisasi pemborosan.

Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu organisasi. JIT mempunyai empat aspek pokok, yaitu:

  1. Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus dieliminasi.
  2. Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi.
  3. Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
  4. Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah.

 

Tujuan Strategis JIT

Tujuan dari adanya manajemen menggunakan dan mengembangkan konsep manajemen Just In Time dalam perusahaan dapat dirangkum atas beberapa aspek. Adapun tujuan tersebut diantaranya:

Meningkatkan efisiensi proses produksi

Biaya persediaan ini sangat tinggi, berkisar antara 20 persen–40 persen dari harga barang pertahun. Efisiensi didapat juga dengan cara mendesain pabrik sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan aman.

Meningkatkan daya kompetisi

Hal ini dianggap salah satu tujuan yang paling penting, yaitu suatu tujuan strategis, karena peningkatan efisiensi berarti penurunan biaya dan ini memungkinkan perusahaan untuk tetap bertahan dalam persaingan pasar.

Meningkatkan mutu barang

Mutu tinggi dari suku cadang atau komponen yang dipasok oleh pemasok pada gilirannya akan meningkatkan mutu barang yang diproduksi oleh perusahaan. Kemitraan penjual pembeli memungkinkan melakukan pengendalian mutu suku cadang atau komponen dengan lebih murah dan lebih handal.

Mengurangi pemborosan

Pengurangan pemborosan terutama dalam bentuk barang yang terbuang, karena pada hakekatnya pemborosan adalah biaya.

*Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara :

  1. Mengeliminasi atau mengurangi persediaan
  2. Meningkatkan mutu
  3. Mengendalikan aktivitas supaya biaya
  4. Memperbaiki kinerja

Keuntungan dan Kelemahan JIT

Keuntungan JIT

  1. Seluruh system yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih efisien.
  2. Pabrik mengeluarkan biaya yang lebih sedikit untuk memperkerjakan para staffnya.
  3. Barang produksi tidak harus selalu di cek, disimpan atau diretur kembali.
  4. Kertas kerja dapat lebih simple.
  5. Penghematan yang telah di lakukan dapat digunakan untuk mendapat profit yang lebihtinggi misalnya, dengan mengadakan promosi tambahan.

Kelemahan JIT

Satu kelemahan sistem JIT adalah, tingkatan order ditentukan oleh data permintaan historis. Jika permintaan naik melebihi dari rata-rata perencanaan historis maka inventori akan habis dan akan mempengaruhi tingkat pelayanan konsumen. Pengimplementasian konsep JIT dalam perusahaan juga tidak mudah. Kegiatan produksi akan terhenti dan tenggang waktu pengiriman tidak terpenuhi apabila salah satu komponen bahan penting hilang atau ditemukan cacat. Sedangkan pemasok harus mampu menyerahkan bhan baku yang bebas dari cacat pada waktu dan jumlah yang tepat.

Ada 5 jenis pemborosan yang perlu diidentifikasi dalam JIT:

  1. Waktu pemrosesan

Waktu aktual untuk menghasilkan suatu produk.

  1. Waktu pindah

Waktu yang digunakan untuk memindahkan dari satu departemen ke depatemen yang lain.

  1. Waktu inspeksi

Waktu yang digunakan untuk menentukan produk rusak atau mengerjakan ulang produk yang rusak tersebut

  1. Waktu tunggu

Waktu yang dihabiskan suatu produk karena menunggu untuk dikerjakan ketika sampai pada departemen berikutnya

  1. Waktu penyimpanan

Waktu yang dibutuhkan suatu produk baik dalam gudang penyimpanan persedianan setengah jadi maupun setelah barang jadi sampai di gudang.

Pembelian dalam sistem JIT
Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.

Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara:

  • Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
  • Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
  • Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
  • Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
  • Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.

Produksi dalam sistem JIT
Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:

  • Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
  • Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu) produksi (konsep waktu tunggu nol).
  • Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
  • Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.

 

Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional dikurangi secara signifikan. Karenanya ada 2 akibat, yaitu:

  1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi berkurang.
  2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.

Pengaruh JIT pada Penilaian  Persediaan


Salah satu masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai, dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan  persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat untuk membuat berbagai keputusan misalnya :

  • penetapan harga jual berdasar cost-plus
  • analisis trend biaya,
  • analisis profitabilitas lini produk,
  • perbandingan dengan biaya para pesaing
  • keputusan membeli atau membuat sendiri, dsb.

Pengaruh JIT pada sistem akuntansi biaya dan manajemen

 

Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:

  1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
  2. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak langsung
  3. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual
  4. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”

Perbandingan Sistem Just In Time (JIT) dan Tradisional

Just In Time

  1. Sistem tarikan
  2. Persediaan tidak signifikan
  3. Basis pemasok sedikit
  4. Kontrak jangka panjang dengan pemasok
  5. Pemanufakturan berstruktur seluler
  6. Karyawan berkeahlian ganda
  7. Jasa terdesentralisasi
  8. Keterlibatan karyawan tinggi
  9. Gaya manajemen sebagai penyedia fasilitas
  10. Total quality control (TQC)

Tradisional

  1. Sistem dorongan
  2. Persediaan signifikan
  3. Basis pemasok banyak
  4. Kontrak jangka pendek dengan pemasok
  5. Pemanufakturan berstruktur departemen
  6. Karyawan terspesialisasi
  7. Jasa tersentralisasi
  8. Keterlibatan karyawan rendah
  9. Gaya manajemen sebagai pemberi perintah
  10. Acceptable quality level (AQL)

Contoh Perusahaan yang menerapkan JIT

Stabilitas dan kelancaran produksi merupakan faktor utama keunggulan suatu perusahaan. Apabila produksi tidak stabil dan kurang lancar maka produktivitas akan menurun bahkan target produksi tidak dapat tercapai.

Contoh:
PT. Tri Dharma Wisesa merupakan salah satu vendor produsen rem yang ada di Indonesia dan merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang memasok brake system untuk pelanggan-pelanggan seperti Yamaha, Toyota, Daihatsu, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu lini produksi yang ada adalah lini produksi disc brake untuk konsumen tunggal yaitu Yamaha. Pada perusahaan ini sering terjadi masalah khususnya bagian produksi, mulai dari mesin rusak, target produksi kurang, komponen kurang, dll sehingga kegiatan produksi kurang lancar. Tindakan yang berguna untuk mengurangi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan perubahan sistem produksi.
Pada sistem sekarang, masih menggunakan push system dan menghadapi masalah-masalah seperti volume kegiatan Departemen Production Planning & Control yang besar, ketidakcocokan rencana dan produksi aktual, kurang adaptif terhadap perubahan permintaan, mekanisme informasi yang kurang baik, dan inventori yang menumpuk. Tindakan yang diusulkan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah merancang system produksi JIT untuk menggantikan sistem produksi sekarang.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:

  1. Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
  2. Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
  3. Waktu perpindahan
  4. Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
  5. Ruangan pabrik
  6. Biaya mutu
  7. Pembelian bahan

Kesimpulan

Just In Time  merupakan suatu system yang dikembangkan atas dasar perbaikan dari kekurangan pada system tradisional. Dimana dalam langkah Just In Time pemborosan yang terjadi dalam system tradisional berusaha untuk mengeliminasi pemborosan-pemborosan biaya yang timbul akibat banyaknya waktu yang digunakan dalam memproduksi suatu barang  sehingga perusahaan dapat meningkatkan laba dan memperbaiki posisi persaingan perusahaan.